Sabtu, 11 September 2010

Undang-Undang Penyiaran: Bab 4


UNDANG-UNDANG PENYIARAN
BAB IV 
PELAKSANAAN SIARAN


Bagian Pertama 
Isi Siaran


Pasal 32


1. Sesuai dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah siaran bagaimana diatur dalam Undang-undang ini, isi siaran Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta wajib lebih banyak memuat mata acara sairan produksi dalam negeri.

2. Mata acara siaran radio dan televisi dalam negeri, paling sedikit 70 (tujuh puluh) berbanding 30 (tiga puluh) dengan mata acara siaran yang berasal dari luar negeri.

3. Mata acara siaran dari luar negeri yang dapat disiarkan adalah yang tidak merugikan kepentingan nasional dan tata nilai yang berlaku di Indonesia, serta tidak merusak hubungan baik dengan negara sahabat.

4. Isi siaran yang disiarkan oelh Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyairan Swasta harus sesuai dengan standar isi siaran, terutama program produksi dalam negeri dan program anak.

5. Isi siaran wajib memberikan perlindungan dan pemberdayaan pada anak dan remaja dengan menyiarkan acara pada waktu khusus.

6. Materi siaran yang akan disiarkan hendaknya mengandung unsur yang bersifat membangun moral dan watak bangsa, persatuan dan kesatuan, pemberdayaan nilai-nilai luhur budaya bangsa, disiplin, serta cinta ilmu pengetahuan dan teknologi.

7. Isi siaran yang mengandung unsur kekerasan dan sadisme,pornografasi, takhayul, perjudian, pola hidup permisif, konsumtif, hedonistis, dan feodalistis, dilarang.

8. Isi siaran yang bertentangan dengan Pancasila, seperti halnya yang bertolak dari paham komunisme, Marxisme-Leninisme, dilarang.

9. Isi siaran dilarang memuat hl-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat duduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa.


Bagian Kedua 

Bahasa Siaran

Pasal 33

1. Bahasa pengantar utama dalam pelaksanakan saiaran adalah bahasa Indonesia.

2. Bahasa daerah dapat digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pelaksanaan saiarn sejauh diperlukan untuk mendukung mata acara tertentu.

3. Bahasa Inggris hanya dapat digunakan sebagai bahasa pengantar sesuai dengan keperluan suatu mata acara.

4. Bahasa asing lainnya di luar bahasa Inggris dapat dipergunakan sebagai bahasa pengantar hanya untuk mata acara pelajaran bahasa asing yang bersangkutan.

5. Bahasa isyarat dapat digunakan dala pelaksanaan siaran televii tertentu yang ditujukan kepada pemirsa tunarungu.

6. Mata acara berbahsa Inggris, dapat disiarkan dengan cara untuk radio diberi narasi dalam bahsa Indonesia, sedangkan utnuk televisi dapat diberi narasi atau teks bahsa Indonesia.

7. Mata acara yang menggunakan bahasa asing di luar mata acara sebgaimana dimaksud dalam ayat (6), kecuali bahasa yang serumpun dengan bahasa yang serumpun dengan bahasa Indonesia, wajib diberi narasi dalam bahsa Indonesia untuk radio, sedangkan untuk televisi wajib disulihsuarakan ke dalam bahasa Inggris dan diberi narasi atau teks bahasa Indonesia.

8. Mata acara berbahasa asing secara selektif dapat disulihsuarakan ke dalam bahasa Indonesia sesuai dengan keprluan mata acara tertentu.

9. Penggunaan bahasa asing dalam acara siaran agama disesuaikan dengan keperluan ajaran agama yang bersangkutan.

10. Bahasa asing dapat dipergunakan untuk mata acara siaran yang ditujukan ke luar negeri dalam acara siaran internasional sesuai dengan bahasa di wiliyah masyarakat sasaran.

11. Bahasa asing dalam mata acara siaran televisi yang berasal dari luar negri dapat disiarkan di dalam negeri melalui saluran audio terpisah, yang hanya dapat diterima masyarakat dengan pesawat penerima siaran televisi yang memiliki fasilitas untuk keprluan tersebut.

12. Penggunaan bahasa asing dalam mata acara siaran televisi dan siaran lainnya yang berasal dari luar negeri dan dipancarluaskan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur lebih lanjut oleh Menteri.


Bagian Ketiga 

Sumber Acara Siaran

Pasal 34

1. Setiap lembaga penyiaran wajib mengutamkan mata acara yang bersumber dari dalam negeri, baik yang diproduksi sendiri maupun oleh rumah produksi di dalam negeri.

2. Mata acara yang berasal dari luar negeri diperlakukan sebagai pembanding atau pelengkap dalam presentase yang lebih rendah daripada mata acara produksi dalam negeri.

3. Setiap mata acara film atau rekaman video cerita yang akan disiarkan wajib terlebih dahulu memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film.

4. Mata acara yang bersumber dari rumah produksi harus sesuai dengan standar isi siaran dan tidak boleh bertentangan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyiaran sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini.

5. Rumah produksi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), harus berbadan hukum Indonesia dan memiliki izin dari Pemerintah, sesuai dengan peraturan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Persenase mata acara televisi yang disiarkan oleh Lembaga Penyiaran Swasta harus lebih besar bagi mata acara yang diproduksi oleh rumah produksi dalam negeri dibanding dengan mata acada yang diproduksi sendiri oleh Lembaga Penyiaran Swasta.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan, pemilikan, permodalan, dan keenagakerjaan bagi rumah produksi diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat 

Relai Siaran

Pasal 35

1. Siaran yang dilaksanakan oleh Lembaga Pemerintah dalam bentuk siaran sentral wajib direlai oleh Lembaga Penyiaran Swasta.

2. Mata acara siaran sentral, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), meliputi acara kenegaraan, siaran berita pada jam-jam siaran tertentu, dan acara atau pengumuman penting yang perlu segera diketahui oleh masyarakat.

3. Lembaga penyiaran dalam negeri dilarang merilai siaran Lembaga Siaran Asing untuk dijadikan acara tetap.

4. Merilai siaran dari luar negeri dapat dilakukan secara tidak tetap atas mata acara tertentu yang bersifat mendunia atau acara terpilih yang tidak bertentangan dengan kepentingan nasional.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai relai siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima

Siaran Bersama

Pasal 36

1. Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta dapat melakukan siaran bersama.

2. Siaran bersama sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikoordinasi oleh Lembaga Penyiaran Pemerintah.


Bagian Keenam

Rekaman Audio

Pasal 37

1. Tanggung jawab kelayakan siaran rekaman audio yang tidak diproduksi sendiri dibebankan kepada lembaga penyiaran yang bersangkutan.

2. Lembaga penyiaran dilarang menyiarkan :

a. rekaman audio yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa yang memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa;

b. rekaman musik dan lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal sebagaimana dimaksud dalam huruf a.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penyiaran rekaman audio diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketujuh 

Hak Siar

Pasal 38

1. Lembaga penyiaran wajib memiliki hak siar untuk mata acara yang disiarkan.

2. Kepemilikan hak siar harus dicantumkan secara jelas dalam penjelasan mata acara.

3. Setiap mata acara siaran dilindungi berdasarkan Undang-undang tentang Hak Cipta.


Bagian Kedelapan

Klasifikasi Acara Siaran

Pasal 39

1. Lembaga siaran wajib membuat klasifikasi acara siaran untuk film, sinetron, dan/atau mata acara tertentu, baik melalui radio maupun televisi, yang disesuaikan dengan kelompok umur khalayak dan waktu penyiaran.

2. Klasifikasi acara siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan baik pada saat diiklankan maupun pada waktu disiaran.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai klasifikasi acara siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Bagian Kesembilan

Siaran Berita

Pasal 40

1. Lembaga Penyiaran Swasta dapat melaksanakan siaran berita.

2. Dalam melaksanakan siaran berita, Lembaga Penyiaran Swasta harus memenuhi standar berita dan mentaati Kode Etik Siaran serta Kode Etik Jurnalistik.

3. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus yang menyelenggarakan siaran berlangganan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, dilarang menyiarkan siaran berita yang dibuat sendiri.

4. Rumah produksi sebagaimana dimaksud Pasal 34 ayat (4) dilarang memproduksi mata acara untuk keperluan siaran berita, kecuali berita tertentu seperti karangan khas (feature) atau hal-hal yang menarik perhatian orang (human interest).

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan siaran berita diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kesepuluh

Siaran Iklan

Pasal 41

Siaran iklan terdiri dari siaran iklan niaga dan siaran iklan layanan masyarakat.

Pasal 42

1. Materi siaran iklan niaga harus dibuatoleh perusahaan yang memiliki izin Pemerintah atau oleh lembaga penyiaran itu sendiri.

2. Siaran iklan niaga dilarang memuat :

a. promosi yang berjkaitan dengan ajaran suatau agama atau aliran tertentu, ajaran politik atau ideologi tertentu, promosi pribadi, golongan, atau kelompok tertentu;

b. promosi barang dan jasa yang berlebih-lebihan dan yang menyesatkan, baik mengenai mutu, asal, isi, ukuran, sifat, komposisi maupun keslianya;

c. iklan minuman keras dan sejenisnya, bahan/zat adiktif serta iklan yang menggambarkan penggunaan rokok;

d. hal-hal yang bertentangan dengan rasa kesusilaan masyarakat.

3. Materi siaran iklan niaga harus dibuat dengan mengutamakan latar belakang alam Indonesia, artis, dan kerabat kerja produksi Indonesia.

4. Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui televisi harus memperoleh tanda lulus sensor dari Lembaga Sensor Film.

5. Materi siaran iklan niaga yang disiarkan melalui radio dipertanggungjawabkan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan.

6. Siaran iklan niaga untuk anak-anak harus memperhatikan dan mengikuti standar isi siaran televisi untuk anak-anak.

7. Siaran iklan niaga dilarang melebihi persentase waktu siaran iklan niaga yang ditetapkan, dan dilarang disisipkan pada acara siaran sentral, sebagaimana di maksud dalam Pasal 35 ayat (2), dan pada acara siaran agama.

8. Isi siaran iklan niaga harus sesuai dengan standar isi siaran.

9. Lembaga penyiaran mengutamakan untuk menerima dan menyiarakan ikaln niaga yang dipasang oleh perusahaan yang menjadi anggota asosiasi perusahaan periklanan yang diakui oleh Pemerintah.

Pasal 43

Siaran iklan layanan masyarakat wajib diberi porsi sekurang-kurangnya 10% (sepuluh persen) dari waktu siaran iklan niaga di Lembaga Penyiaran Swasta, dan sekurang-kurangnya 20 (dua puluh) menit dalam sehari bagi Lembaga Penyiaran Pemerintah yang disiarkan tersebar sepanjang waktu siaran.

Pasal 44

Ketentuan lebih lanjut mengenai siaran iklan diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 45

Ketentuan mengenai penyelenggaraan siaran iklan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, diatur denga Peraturan Pemerintah.


Bagian Kesebelas

Pola Acara

Pasal 46

1. Lembaga penyiaran wajib menyusun pola acara.

2. Lembaga penyiaran wajib membuat penggolongan acara siaran yang memuat jenis, tujuan, dan maksud acara siaran tersebut.

3. Waktu penyiaran mata acra sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), disesuaikan dengan masyarakat sasaran, kecuali untuk acara-acara tertentu yang terpilih.

4. Pola acara yang dibuat oleh Lembaga Penyiaran swasta harus mendapat rekomendasi dari BP3N.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai pola acara, penggolongan acara dan waktu penyiaran mata acara, diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua Belas

Wilayah Jangkauan Siaran

Pasal 47

1. Wilayah Jangakauan Siaran meliputi :

a. wilayah siaran nasional;

b. wilayah siaran regional;

c. wilayah siaran lokal;

d. wilayah siaran internasional.

2. Wilayah jangakuan siaran Lembaga Penyiaran Pemerintah ditentukan sebai berikut :

a. Stasiun penyiaran radio wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran nasional, wilayah siaran regional, wilayah siaran lokal, dan wilayah siaran internasional.

b. Stasiun penyiaran televisi wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran nasional, wilayah siaran regional, wilayah siaran lokal dan wilayah siaran internasional.

3. Wilayah jangkauan siaran Lembaga Penyiaran Swasta ditentukan sebagai berikut :

a. Stasiun penyiaran radio wilayah jangkauan siarannya adalah wilayah siaran lokal;

b. Stasiun penyiaran televisi wilayah jangkauan siarannya adalah siaran nasional.

4. Wilayah jangkauan siaran Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus ditentukan sebagai berikut :

a. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui satelit, jangakauan siarannya meliputi seluruh wilayah Indonesia;

b. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui pemancar terestrial, jangkauan siarannya meliputi wilayah di sekitar tempat penyelenggaran siarannya;

c. untuk penyelenggaraan siaran radio atau televisi berlangganan melalui kabel, jangakauan siarannya meliputi daerah sekitar tempat penyelenggaraan siarannya;

d. ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah jangkauan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus diatur dengan Peraturan Pemerintah.

5. Lembaga penyiaran dan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus dilarang memperluas wilayah jangkauan siarannya melebihi ketentuan sebagaimana tercantum dalam izin penyelenggaraan penyiaran yang dimilikinya.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai wilayah jangkauan siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketiga Belas

Sarana Tehnik Siaran

Pasal 48

1. Setiap lembaga penyiaran wajib menggunakan saranan tehnik siaran yang sesuai dengan standar sistem dan memenuhi standar kinerja tehnik yang ditetapkan oleh Pemerintah.

2. Setiap lembaga penyiaran wajib mengutamakan penggunaan sarana tehnik yang telah dibuat dalamnegeri, sejauh telah tebukti sesuai dengan standar sistem dan memenuhi standar kinerja tehnik sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berdasrkan hasil pengujian lembaga yang berwenang.

3. Setiap lembaga penyiaran swasta wajib menyediakan sarana dan prasarana sendiri sehingga mampu melaksanakan siaran secara mandiri sebagaimana layaknya sebuah lembaga penyiaran.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai sarana tehnik siaran, standar sistem, dan kinerja tehnik, diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 49

1. Pemerintah mengatur penggunaan sistem pemancaran radio dan televisi dangan mempertimbangkan perkembangan tehnologi.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sistem pemancaran radio dan televisi, diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat Belas 

Perangkat Khusus Penerima Siaran

Pasal 50

1. Perangkat khusus penerima siaran sebagai alat bantu untuk penerimaan siaran dapat dipergunakan oleh masyarakat untuk keperluan komersial dan nonkomersial.

2. Penggunaan perangkat khusus penerima siaran untuk tujuan komersial dapat dilakukan oleh badan usaha berbadab hukum Indonesia dengan ketentuan :

a. Memiliki izin yang diberikan Pemerintah;

b. Memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan oleh Pemerintah.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan perangkat khusus penerima siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima Belas

Jasa Tambahan Penyiaran

Pasal 51

1. Pelaksanaan jasa tambahan penyiaran oleh Lembaga Penyiaran Swasta dapat dilakukan setelah mendapat izin dari Pemerintah.

2. Pelaksanaan jasa tambahan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib menggunakan standar sistem dan memenuhi kinerja teknik yang ditetapkan Pemerintah.

3. Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan jasa tambahan penyiaran, standar sistem, dan kinerja teknik diatur dengan Peraturan Pemerintah.












Tidak ada komentar:

Posting Komentar