Minggu, 26 September 2010

Asistensi 1: Alternatif desain brosur (2)

Alternatif 4: Brosur limited edition untuk pameran.
Konsep: Perbaikan dari alternatif 2. Brosur yang bisa di-display menjadi bentuk segi lima (tampak atas).
Brosur ini akan membahas tentang jurusan Desain Produk Industri dan penjelasan tiap-tiap prodi, serta disertai juga oleh foto dokumentasi kegiatan perkuliahan di kampus, aktivitas mahasiswa, pameran, dll. Sedangkan untuk bentuk segi lima itu hanya untuk mempermudah display.

Photobucket

Alternatif 5: Brosur berupa gantungan kunci.
Konsep: Brosur berukuran 12x9 cm, terdiri dari 3 lembar yang kemudian dapat digunakan untuk gantungan kunci. Karena ukurannya kecil, informasi tentang jurusan/prodi yg disampaikan singkat, namun jelas dan padat.

Photobucket

Sabtu, 25 September 2010

Asistensi 1: Alternatif desain brosur

Alternatif 1: Brosur limited edition untuk pameran.
Konsep: Seperti yang kemarin (Kamis, 23 September) Mas Dikky usulkan tentang brosur 'edisi spesial'. Saya membuatnya seperti mading.

Photobucket


Alternatif 2: Brosur limited edition untuk pameran.
Konsep: Brosur yang bisa di-display menjadi bentuk segi lima (tampak atas). Kelima brosur ini masing-masing membahas keempat prodi (DKV, Produk, Interior, dan Animasi) dan Despro secara keseluruhan.

Photobucket


Alternatif 3: Brosur biasa.
Konsep: Brosur dengan lima folding. Bagian 'pintu' bisa dibuka dan memperlihatkan profil jurusan (Desain Produk Industri).

Photobucket

Selasa, 14 September 2010

18 College Brochure Design and Print Examples

A college brochure is effective if it sets prospective students’ minds at ease. Given that these youth are making an important decision about their future by choosing a college or university to spend years in, a college brochure design should judiciously present all the information they will ever need, as clearly and helpfully as possible.

Speaking these students’ language, both in brochure content and design, helps significantly.

If you’re in the process of building a brochure for your educational institution, here are 18 choice examples of college brochure designs to get ideas from. If you know any other great examples of college brochures, we’d love it if you could share them with us in the comments!

College Brochure Printed Design Samples


College Brochure Design - Central Saint Martins
College Brochure Design - L3 Communications
College Brochure Design - Winthrop University Art and Design
College Brochure Design - Kingston University
College Brochure Design - South Staffordshire College
College Brochure Design - FAUTL rchitecture College of Lisbon Technical University
College Brochure Design - Harper Adams University College Mini Guide
College Brochure Design - Johan Cruyff College
College Brochure Design - Eckerd College Family Weekend Collateral
College Brochure Design - Connecticut College Academic Brochure
College Brochure Design - POrtobello Institute Brochure Pack
College Brochure Design - Explore Program Brochure
College Brochure Design - Wellesley College Orientation Series
College Brochure Design - Career Development Brochure
College Brochure Design - Compaq College Recruiting
College Brochure Design - Indiana University Varsity Club Brochure
College Brochure Design - Mississippi University for Women
College Brochure Design - NCSU College of Education
Source: blog.uprinting.com

Pengertian Audiovisual Menurut KBBI

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia:
  • Audio: au·dio 1 a bersifat dapat didengar; 2 n alat peraga yg bersifat dapat didengar, misal radio.
  • Visual: vi·su·al a dapat dilihat dng indra penglihat (mata); berdasarkan penglihatan: bentuk -- sebuah metode pengajaran bahasa; mem·vi·su·al·kan v menjadikan suatu konsep dapat dilihat dng indra penglihatan.
  • Audiovisual: au·di·o·vi·su·al 1 a bersifat dapat didengar dan dilihat; 2 n alat peraga bersifat dapat didengar dan dilihat, spt film.

Sabtu, 11 September 2010

Penjelasan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 tentang Penyiaran

PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 24 TAHUN 1997
TENTANG
PENYIARAN

UMUM

Penyiaran melalui media komunikasi massa elektronik dengan kelebihan dan keunggulannya yang dapat mengatasi ruang dan waktu dalam bentuk dengar atau audio dan pandang dengar atau audiovisual serta grafis dan teks harus mampu melaksanakan peranan aktif dalam upaya mewujudkan tujuan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Oleh karena itu, bersama-sama media massa lainnya, penyiaran harus ditingkatkan kemampuannya melalui pembangunan yang diarahkan untuk semakin meningkatkan penghayatan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam semua aspek kehidupan bangsa, sehingga semakin meningkatkan kesadaran rakyat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dalam rangka mewujudkan Wawasan Nusantara, rnemperkuat persaman dan kesatuan bangsa, memperkukuh ketahanan nasional, dan memelihara stabilitas nasional yang mantap dan dinamis, sejalan dengan dinamika pembangunan dan kemajuan teknologi.

Dengan kemampuan yang terus-menerus ditingkatkan dan dibina sesuai dengan arahan tersebut di atas, penyiaran memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam memotivasi pendapat dan kehendak masyarakat ke arah hal-hal yang positif agar berperan serta secara aktif dalam setiap tahap pembangunan nasional yang meliputi pula pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.

Sementara itu, kemajuan teknologi penyiaran yang berkembang dengan cepat menyebabkan landasan hukum pembinaan dan pengembangan penyiaran yang ada selama ini sudah tidak memadai lagi, baik karena tingkat peraturan yang mengaturnya lebih rendah daripada undang-undang maupun karena ruang lingkup pengaturannya baru meliputi segi-segi tertentu dalam kegiatan penyiaran dengan pengaturan yang belum terpadu.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, sebagai landasan pengaturan dan pembinaan penyelenggaraan penyiaran serta untuk menjamin ketertiban dan kepastian hukum dan ditaatinya Kode Etik Siaran, diperlukan Undang-undang tentang Penyiaran.

Pengaturan penyiaran dalam Undang-undang ini disusun berdasarkan pokok-pokok pikiran sebagai berikut :

1. Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Garis-garis Besar Haluan Negara sebagai landasan filosofis, konstitusional, dan operasional merupakan panduan dalam menumbuhkan, membina dan mengembangkan penyiaran di Indonesia sehingga sebagai media komunikasi massa, penyiaran menjadi sarana efektif untuk perjuangan bangsa, penjalin persatuan dan kesatuan bangsa, sarana untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, pengembangan dan pelestarian budaya bangsa, sarana informasi dan penerangan, pendidikan, dan hiburan yang sehat, serta penyalur pendapat umum dan penggerak peran serta masyarakat dalam pembangunan.

2. Penyiaran memiliki nilai strategic sehingga perlu dikuasai oleh negara. Untuk itu, penyiaran perlu dibina dan dikendalikan dengan sebaik-baiknya.

3. Penyiaran mempunyai kaitan erat dengan spektrum frekuensi radio dan orbit geostasioner yang merupakan sumber daya alam yang terbatas, sehingga pemanfaatannya perlu diatur secara efektif dan efisien bagi sebesar-besamya kepentingan nasional.

4. Sebagai perwujudan peran serta masyarakat dalam pembangunan, selain Pemerintah, masyarakat dapat menyelenggarakan penyiaran dan wajib mendukung pertumbuhan dan perkembangan penyiaran.

5. Penyiaran yang diselenggarakan oleh masyarakat merupakan bagian integral yang tidak terpisahkan dari sistem penyiaran nasional.

6. Pembinaan penyiaran diarahkan pada terciptanya siaran yang berkualitas dan mampu menyerap sera merefleksikan aspirasi masyarakat yang positif dan beraneka ragam, serta meningkatkan daya tangkal masyarakat terhadap pengaruh buruk nilai-nilai budaya asing.

7. Untuk mewujudkan iklim yang sehat bagi penyelenggaraan penyiaran, pembinaan dan pengembangan penyiaran dilaksana secara menyeluruh dan terpadu dalam suatu mata rantai yang bersinambungan sejalan dengan dasar, asas, tujuan, fungsi, dan arah penyelenggaraan penyiaran.

8. Untuk mencegah perbuatan melawan hukum yang mungkin timbul dari penyelenggaraan penyiaran, pelanggaran terhadap ketentuan di dalam Undang-undang ini dikenal sanksi.

Bertitik tolak dari pokok-pokok pikiran sebagaimana tersebut di atas, dalam Undang-undang ini terutama diatur hal-hal yang bersifat mendasar, sedangkan yang bersifat teknis dan operasional akan diatur dengan Peraturan Pemerintah dan peraturan pelaksanaan lainnya.

Undang-Undang Penyiaran: Bab 11 s/d 12

UNDANG-UNDANG PENYIARAN
BAB XI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 77

1. Dengan berlakunya Undang-undang ini, segala segala peraturan pelaksanaan di bidang penyiaran yang berlaku serta badan atau lembaga yang telah ada tetap berlaku atau tetap menjalankan fungsinya sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarakan Undang-undang ini.

2. Lembaga penyiaran yang sudah ada sebelum diundangkannya Undang-undang ini, wajib menyesuaikan diri dengan ketentuan Undang-undang ini dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini.

3. Dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) tahun sejak diundangkannya Undang-undang ini, Pemerintah harus sudah mengubah atau menyesuaikan organisasi Lembaga Penyiaran Pemerintah dan lembaga atau unit yang berkaitan dengan penyiaran di lingkungan Departemen Penerangan sesuai dengan ketentuan dalam Undang-undang ini.


UNDANG-UNDANG PENYIARAN
BAB XII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 78

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengudangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaga Negara Rapublik Indonesia.


Disahkan di Jakarta 
pada tanggal 29 September 1997
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

ttd

S O E H A R T O




Diundangkan di Jakarta 
pada tanggal 29 September 1997
MENTERI NEGARA SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA

ttd

M O E R D I O N O


LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1997 NOMOR 72

Undang-Undang Penyiaran: Bab 10

UNDANG-UNDANG PENYIARAN
BAB X
SANKSI ADMNISTRATIF DAN KETENTUAN PIDANA



Bagian Pertama 
Sanksi Administratif

Pasal 63

1. Pemerintah mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3); Pasal 12 ayat (1); Pasal 12 ayat (2); Pasal 13 ayat (1); Pasal 13 ayat (2); Pasal 13 ayat (3); Pasal 14; Pasal 16 ayat (3); Pasal 17 ayat (4); Pasal 17 ayat (5); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 11 ayat (3); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 12 ayat (1); Pasal 22 (1), jo. Pasal 12 ayat (2); Pasal 22 ayat (1) jo. Pasal 13 ayat (1); Pasal 22 ayat (1), jo.Pasal 13 ayat (2); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 13 ayat (3); Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 14; Pasal 22 ayat (1), jo. Pasal 17 ayat (4), jo. Pasal 17 ayat (5); Pasal 22 ayat (2); Psal 23 ayat (1); Pasal 23 ayat (3); Pasal 24 auat (1); Pasal 24 ayat (2); Pasal 25; Pasal 27 ayat (3); Pasal 27 ayat (4); Pasal 27 ayat (6); Pasal 30 ayat (3); Pasal 31 ayat (1); Pasal 32 ayat (1); Pasal 32 ayat (2); Pasal 32 ayat (4); Pasal 32 ayat (5); Pasal 33; Pasal 34 ayat (3); Pasal 34 ayat (4); Pasal 34 ayat (5); Pasal 35 ayat (1); Pasal 35 ayat (3); Pasal 38 ayat (2); Pasal 39 ayat (1); Pasal 39 ayat (2); Pasal 40 ayat (2); Pasal 40 ayat (3); Pasal 40 ayat (4) Pasal 42 ayat (1); Pasal 42 ayat (7); Pasal 42 ayat (8); Pasal 43; Pasal 46 ayat (1); Pasal 46 ayat (2); Pasal 47 ayat (5); Pasal 48 ayat (1); Pasal 48 ayat (2); Pasal 50 ayat (2) huruf b; Pasal 51 ayat (1); Pasal 51 ayat (2); Pasal 52 ayat (1); Pasal 52 ayat (2); Pasal 54 ayat (1); atau Pasal 58 ayat (1) Undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.

2. Sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan pelayanan administrasi tertentu;
c. pembatasan kegiatan siaran;
d. pembekuan kegiatan siaran untuk waktu tertentu;
e. pencabutan izin penyelengara penyiaran.

3. Dalam pengenaan sanksi administratif sengaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf e, Pemerintah mempertimbangkan pertimbangan BP3N.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai administratif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kedua
Ketentuan Pidana

Pasal 64

Dipidana denga pidana penjara paling lama 7 Tujuh tahun atau denda paling banyak Rp 700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah) :

a. barangsiapa denga sengaja menyiarkan melalui radio, televisi atau media elektronik lainnya hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkan martabat manusia dan budaya bangsa, atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa, sabagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (9); atau

b. barangsiapa denga sengaja menyiarakan rekaman musik dan lagu-lagu dengan lirik yang mengungkapkan pornografi dan hal-hal yang bersifat menghasut, mempertentangkan, dan/atau bertentangan dengan ajaran agama, atau merendahkanmartabat manusia dan budaya bangsa atau memuat hal-hal yang patut dapat diduga mengganggu persatuan dan kesatuan bangsa sebagimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (2) huruf b.

Pasal 65

Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan hal-hal yang bersifat sadisme, pornografi, dan/atau bersifat perjudian, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (7), dipidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

Pasal 66

Barangsiapa denga sengaja menyelenggarakan penyiaran tanpa izin aebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 67

Barangsiapa dengan sengaja mendirikan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama (10) tahun atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

Pasal 68

1. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) :

a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, jo. Pasal 21;
b. barangsiapa denga sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam dalam Pasal 20 huruf c, jo. Pasal 21.

2. Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) :
a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran berlangganan melalui pemancaran telestrial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, jo. Pasal 21;
b. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaranuntuk menjadi bagian dari siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf d, jo. Pasal 21;
c. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyalurkan siaran melalui satelit denga 1 (satu) saluran atau lebih, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 200 huruf f, jo. Pasal 21;
d. barangsiapa denga sengaja tanpa izin menyalurkan siaran dalam lingkungan terbatas, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf g, jo. Pasal 21;
e. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menelnggarakan jasa audiovisual berdasarkan permintaan, sebgaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf h, jo. Pasal 21;
f. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi multimedia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf k, jo. Pasal 21.

3. Dipidana dengan dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) :
a. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa audiovisual secara terbatas di lingkungan terbuka, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf e, jo. Pasal 21;
b. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi suara dengan teks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf i, jo. Pasal 21;
c. barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan jasa layanan informasi gambar dengan teks, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf j, jo. Pasal 21.

4. Ketentuan mengenai sanksi pidana terhadap barangsiapa dengan sengaja tanpa izin menyelenggarakan siaran khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf f, jo. Pasal 20, ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 69

Barangsiapa dengan sengaja memindahtangankan izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 70

Barangsiapa tanpa izin melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik asing di Indonesia, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 71

Barangsiapa tanpa izin melakukan kerja sama pemancaran siaran dengan lembaga penyiaran asing di luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.200.000.000,00 (dua raus juta rupiah).

Pasal 72

Barang siapa tanpa izin menggunakan perangkat khusus penerima siaran untuk tujuan komersial, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (sembilan) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 73

Barangsiapa menyiarakan iklan niaga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf a, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 74

Barangsiapa menyiarakan iklan niaga, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) huruf b, huruf c, dan huruf d, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 9 (senbilan) bulan atau denda paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 75

Atas perintah pengadilan, rekaman audio dan rekaman audiovisual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 dan Pasal 65 dirampas untuk dimusnahkan, sedangkan perangkat atau peralatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66, Pasal 67, Pasal 68, dan Pasal 72 dirampas untuk negara.

Pasal 76

Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66, Pasal 67, dan Pasal 68 adalah kejahatan. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69, Pasal 70, Pasal 71, Pasal 72, Pasal 73, dan Pasal 74 adalah pelanggaran.