Sabtu, 11 September 2010

Undang-Undang Penyiaran: Bab 3



UNDANG-UNDANG PENYIARAN
BAB III 
PENYELENGGARAAN PENYIARAN


Bagian Pertama
Umum

Pasal 7

1. Penyiaran dikuasai oleh Negara yang pembinaan dan pengendaliannya dilakukan oleh Pemerintah.

2. Dalam melaksanakan pembinaan dan pengendalian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) , Pemerintah didampingi oleh BP3N.

Pasal 8

1. Penyiaran diselenggarakan dalam satu Sistem Penyiaran Nasional.

2. Sistem Penyiaran Nasional merupakan pedoman dalam menyelenggarakan penyiaran.



Bagian Kedua 

Jenis Penyiaran

Pasal 9

1. Jenis penyiaran yang menjadi subsistem dari Sistem Penyiaran Nasional terdiri dari jasa penyiaran,jasa siaran, dan jasa layanan informasi yang menjangkau masyarakat luas sebagai berikut :

a. penyiaran radio atau televisi;

b. siaran radio dan/atau televisi berlangganan;

c. siaran untuk disalurkan sebagai materi mata acara penyiaran radio dan televisi atau materi saluran siaran berlangganan;

d. siaran audiovisual di lingkungan terbuka secara terbatas (closed circuit TV);

e. siaran melalui satelit dengan satu saluran atau lebih;

f. . siaran radio dan/atau televisi untuk lingkungan khalayak terbatas;

g. siaran audiovisual berdasarkan permintaan (video-on-demand services);

h. layanan informasi suara dengan teks (audiotext services);

i. layanan informasi gambar dengan teks (videotext services);

j. layanan informasi multimedia;

k. jasa penyiaran, jasa siaran,dan jasa layanan informasi lainnya.

2. Jenis siaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a diselenggarakan oleh Lembaga Penyiaran Pemerinah dan Lembaga Penyiaran Swasta.

3. Jenis penyiaran sebagai dimaksud dalam ayat (1) huruf b sampai dengan huruf k, diselenggarakan oleh Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus.


Bagian Ketiga

Lembaga Penyiaran Pemerintah

Pasal 10


1. Lembaga Penyiaran Pemerintah adalah suatu unit kerja organik di bidang penyiaran di lingkungan Departemen Penerangan, yang diberi wewenang khusus, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri, serta berkedudukan di ibukota negara, yang stasiun penyiarannya berada di ibu kota negara, ibu kota propinsi, dan ibu kota kabupaten/kotamadya yang dianggap perlu.

2. Lembaga Penyiaran Pemerintah mengutamakan usaha pemberian jasa penyiaran kepada seluruh lapisan masyarakat secara merata di seluruh wilayah negara Republik Indonesia.

3. Lembaga Penyiaran Pemerintah terdiri dari Radio Republik Indonesia, Televisi Republik Indonesia, Radio Siaran Internasional Indonesia, dan Televisi Siaran Internasional Republik Indonesia yang dikelola secara profesional.

4. Radio Republik Indonesia dan Televisi Republik Indonesia masing-masing menyelenggarakan berbagai acara siaran melalui beberapa programa/saluran, satu di antaranya merupakan saluran programa/saluran pendidikan.

5. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat menyelenggarakan siaran berlangganan dan jasa tambahan penyiaran radio data melalui siaran radio (radio data services) dan informasi teks melalui siaran televisi (teletext).

6. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat mengadakan kerja sama dengan pihak swasta nasional di bidang penyiaran atau bidang usaha lain yang dapat mendukung kegiatan penyiaran.

7. Sumber pembiayaan Lembaga Penyiaran Pemerintah diperolah dari :

a. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN);

b. alokasi dana dari iuran penyiaran, kontribusi, dan biaya izin penyelenggara penyiaran;

c. alokasi dana dari siaran iklan niaga Radio Republik Indonesia; dan

d. usaha-usaha lain yang sah.

8. Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyiaran Pemerintah diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Keempat

Lembaga Penyiaran Swasta

Pasal 11


1. Lembaga Penyiaran Swasta adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum Indonesia, yang bidang usahanya khusus menyelenggarakan siaran radio atau siaran televisi.

2. Lembaga Siaran Swasta didirikan oleh warga negara atau badan hukum Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila.

3. Lembaga Penyiran Swasta dilarang didirikan semata-mata hanya dikhususkan untuk menyiarakan mata acara aliran politik, ideologi, agama, aliran tertentu, perseorangan, atau golongan tertentu.

Pasal 12

1. Lembaga Penyiaran Swasta didirikan dengan modal yang sepenuhnya dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum yang seluruh modal sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia.

2. Penambahan atau pemenuhan modal berikutnya bagi pengembangan Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat dilakukan oleh lembaga penyiaran yang bersangkutan setelah mendapat persetujuan dari Pemerintah.

3. Penambahan atau pemenuhan kebutuhan modal melalui pasar modal dilalkukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.

Pasal 13

1. Pemilikan dan penguasaan Lembaga Penyiaran Swasta, baik yang mengarah pada pemutusan di satu oarang atau di satu badan hukum maupun yang mengarah pada pemusatan di satu tempat atau di satu wilayah, dilarang.

2. Kepemilihan silang antara Lembaga Penyiaran Swasta dengan perusahaan media cetak dan Lembaga Penyiaran Swasta dengan Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, baik langsung maupun tidak langsung, dibatasi.

3. Karyawan di lingkungan Lembaga Penyiaran Swasta diberi hak memiliki saham yang besarnya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

4. Ketentuan lebih lanjut mengenai pemilikan dan kepemilikan Lembaga Penyiaran Swasta diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Lembaga Penyiaran Swasta dilarang menerima bantuan modal dari pihak asing.

Pasal 15

1. Sumber pembiayaan lembaga penyiaran swasta diperoleh dari siaran iklan niaga dan usaha-usaha lain yang terkait dengan penyelenggaraan penyiaran.

2. Lembaga penyiaran swasta dilarang memungut pembayaran wajib, kecuali lembaga yang menelenggarakan siaran berlangganan.

Pasal 16

1. Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siran radio didirikan di lokasi tertentu dari suatu wilayah, sesuai dengan peta lokasi stasiun penyiaran radio, yang jumlahnya ditetapkan oleh Pemerintah.

2. Lembaga Penyiaran Swasta yang menyelenggarakan siaran televisi didirikan di ibu kota negara dan jumlahnya ditetapkan oleh Pemerintah.

3. Lembaga Penyiaran Swasta hanya dapat menyelenggarakn siaran dengan satu programa/saluran siaran.

4. Dalam keadaan terntentu Lembaga Penyiaran Swasta dapat ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendukung penyelenggaraan siaran internasional.

Pasal 17

1. Lembaga penyiran swasta wajib terlebih dahulu memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran dari Pemerintah.

2. Izin penyelenggaraan radio diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan izin penyelenggaraan penyiaran televisi di berikan untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun dan dapat di perpanjang.

3. Pemberian izin penyelenggaraan penyiaran dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) berdasarkan wilayah jangkauan siaran, dan khusus bagi penyiaran radio selain wilayah jangkauan siaran juga memperhatikan format siaran.

4. Lembaga Penyiran Swasta wajib membayar biaya izin penyelenggaraan penyiaran dan kontribusi kepada Pemerintah, khusus Lembaga Penyiaran Swasta radio tidak wajib membayar kontribusi.

5. Izin penyelenggaraan penyiaran dilarang dipindahtangankan.

6. Ketentuan lebih lanjut mengenai syarat dan tata cara memperoleh izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), syarat dan tata cara perpanjangan izin penyelenggaraan penyiaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) serta biaya izin dan kontribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

1. Izin penyelenggaraan penyiaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1), termasuk pengggunaan frekwensi, sarana pemancaran, dan sarana tranmisi dikeluarkan oleh Menteri setelah berkoordinasi dengan instasi terkait.

2. Ketentuan lebih lanjut mengenai koordinasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 19

1. Lembaga Penyiaran Swasta menetapkan pemimpin dan penanggung jawab penyelenggara penyiaran yang mencakup :

a. pemimpin umum; penanggung jawab siaran;

b. penanggung jawab pemberitaan; penanggung jawab tehnik;

c. penanggung jawab usaha.

2. Khusus bagi Lembaga Penyiaran Swasta radio, pemimpin dan penaggung jawab penyelenggara penyiaran sekurang-kurangnya terdiri dari :

a. pemimpin umum;

b. penanggung jawab siaran;

c. penanggung jawab pemberitaan.

3. Pemimpin dan penanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dijabat oleh warga negara Indonesia yang tidak pernah dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan dalam kegiatan yang menentang Pancasila.

4. Pertanggungjawaban hukum pemimpin umum Lembaga Penyiaran Swasta dapat dilimpahkan secara tertulis kepada penanggung jawab, sesuai dengan bidang pertanggungjawaban masing-masing.

5. Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan, tugas, tanggung jawab, dan pelimpahan tanggung jawab pemimpin dan penanggung jawab penyelenggara penyiaran siaran diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Kelima 

Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus

Pasal 20


Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus meliputi :

a. penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit;

b. penyelenggara siaran berlangganan melalui pemancaran terestrial;

c. penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel;

d. penyelenggara siaran yang khusus untuk disalurkan ke saluran radio atau televisi berlangganan atau ke penyelenggara penyiaran untuk menjadi bagian dari siaran;

e. penyelenggara jasa audiovisual secara terbatas di lingkungan terbuka (closed circuit TV);

f. penyalur siaran melalui satelit dengan satu saluran atau lebih;

g. penyalur siaran dalam lingkungan terbatas;

h. penyelenggara jasa audiovisual berdasarkan permintaan ( vidio-on-demand services );

i. penyelenggara jasa layanan informasi suara dengan teks ( audio text services );

j. penyelenggara jasa layanan informasi gambar dengan teks ( vidiotext srvices );

k. penyelenggara jasa layanan informasi multimedia;

l. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus lainnya.

Pasal 21

Lembaga Penyelengara Siaran Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, harus berbadan hukum Indonesia dan wajib terlebih dahulu memperoleh izin dari Menteri.

Pasal 22

1. Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 12, Pasal13, Pasal 14, Pasal 17 ayat (4) dan (5) serta Pasal 18, berlaku pula bagi Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus.

2. Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus seperti tersebut dalam Pasal 20 wajib menyelenggarakan sensor internal terhadap semua isi siaran yang akan disiarkan dan/atau disalurkan.

Pasal 23

1. Penyelenggara siaran berlangganan melalui satelit, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a, harus menggunakan sarana pemancar ke satelit (uplink) yang berlokasi di Indonesia dan mengutamakan penggunaan satelit Indonesia.

2. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dalam menyelenggarakan siarannya mengutamakan masyarakat di wilayah Indonesia sebagai sasarannya.

3. Penyelengara siaran, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus menjamin agar siarannya hanya dierima oleh pelanggan.

Pasal 24

1. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dan huruf c, dalam menyelenggarakan siarannya harus menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam negeri berbanding 10 (sepuluh) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1 (satu) siaran produksi dalam negeri.

2. Penyelenggara siaran, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, dalam menyelenggarakan siarannya harus menyiarkan 1 (satu) siaran produksi dalam negeri berbanding 5 (lima) siaran produksi luar negeri, sekurang-kurangnya 1 (satu) produksi dalam negeri.

3. Perbandingan siaran produksi dalam negeri dengan siaran produksi luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), dapat ditinjau ulang oleh Pemerintah.

Pasal 25

Penyelenggara siaran berlangganan melalui kabel, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf c, harus menyalurkan siaran televisi baik dari Lembaga Penyiaran Pemerintah maupun lembaga penyiaran swasta, yang dapat diterima di wilayah lokal, tempat lembaga yang bersangkutan melakukan kegiatan siaran berlangganan.

Pasal 26

Ketentuan lebih lanjut mengenai Lembaga Penyelenggara Siaran Khusus, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, syarat dan tata cara memperoleh izin serta biaya perizinan, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dan Pasal 22, dan jangka waktu berlakunya izin serta perpanjangan izin diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Keenam 

Lembaga Penyiaran Asing

Pasal 27

1. Lembaga Penyiaran Asing dilarang didirikan di Indonesia.

2. Lembaga Penyiaran Asing hanya dapat melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dan/atau kegiatan jurnalistik di Indonesia dengan izin Pemerintah.

3. Lembaga Penyiaran asing yang melakukan kegiatan siaran secara tidak tetap dari Indonesia dapat membawa perangkat pengiriman siaran ke satelit setelah memperoleh izin Pemerintah.

4. Lembaga Penyiaran Asing dapat membuka perwakilan atau menempatkan koresponden untuk melakukan kegiatan jurnalistik di indonesia dengan izin Pemerintah.

5. Lembaga Penyiaran Asing dan kantor berita asing yang melakukan kegiatan jurnalistik di Indonesia, baik yang disiarkan secara langsung maupun dalam bentuk rekaman video.

6. Lembaga Penyiaran Asing yang menyewa fasilitas transmisi ke satelit dan transponder satelit Indonesia untuk siaran internasional dapat melakukan pengiriman siarannya dari Indonesia berdasarkan izin Pemerintah.

7. Ketentuan lebih lanjut mengenai perizinan dan kegiatan Lembaga Penyiaran Asing di Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah.


Bagian Ketujuh 

Hubungan Antar lembaga Penyiaran

Pasal 28

Lembaga-lembaga penyiaran wajib menumbuhkan dan mengembangkan kerjasama serta iklim usaha yang sehat untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya persaingan yang dapat merugikan kepentingan siaran bagi masyarakat.

Pasal 29

1. Dalam rangka menumbuhkan mengembangkan kerjasama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, lembaga-lembaga penyiaran dan para praktisi penyiaran, masing-masing membentuk wadah kerjasama lembaga dan wadah kerjasama profesi.

2. Lembaga-lembaga penyiaran wajib bergabung dalam wadah kerjasama lembaga dan par praktisi profesi penyiaran wajib bergabung dlam wadah kerja sama profesi, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

Pasal 30

1. Pemerintah mengatur dan mengkoordinasikan kerja sama antar lembaga penyairan di dalam negeri dan antara lembaga penyiaran di dalam negeri dengan organisasi internasional atau lembaga penyiaran di luar negeri yang menyangkut kepentingan bersama.

2. Lembaga Penyiaran Pemerintah dan Lembaga Penyiaran Swasta dapat mewakili Indonesia pada forum, badan, atau organisasi penyaiarn internasional.

3. Lembaga Penyiaran Swasta dapat menjadi peserta atau anggota pada forum, badan, atau organisasi penyiaran internasional atas izin Pemerintah.

Pasal 31

1. Dengan izin Pemerintah, kerja sama pemancaran siaran, teknik, dan jasa dengan Lembaga Penyiaran Asing di luar negeri dilakukan atas dasar prinsip saling menguntungkan.

2. Lembaga Penyiaran Pemerintah dapat melakukan kerjasama pemancaran siaran luar negeri dengan Lembaga Penyiaran Asing guna saling membantu untuk saling meningkatkan kualitas penerimaan dan jangkauan siaran di wilayah sasaran khalayak kedua belah pihak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar